disajikan beberapa
materi sebagai beiikut :
- BEBERAPA PENDAPAT TENTANG BUDAYA ORGANISASI.
- BUDAYA ORGANISASI YANG KUAT DAN YANG LEMAH.
- BUDAYA DOMINAN DAN SUB BUDAYA
- PENDAPAT-PENDAPAT MENGENAI PENELITIAN.
1.
BEBERAPA PENDAPAT TENTANG BUDAYA ORGANISASI.
Merupakan mekanisme pembuat makna dan kendali
yang memandu dan membentuk sikap dan perilaku karyawan.
Budaya organisasi dapat
membantu karyawan sebagai anggota organisasi untuk memberikan batasan-batasan
dalam menyelesaikan masalah-masalah yang mereka hadapi. Budaya organisasi
membantu anggota organisasi dalam mengkonsep, menjelaskan, menganalisis, serta
menyusun pemecahan masalah-masalah organisasi yang mereka hadapi.
Budaya organisasi
memberikan kontribusi kepada kesuksesan organisasi melalui kemampuannya dalam
memberikan rasa aman kepada anggotanya serta menjadi sumber penting bagi
stabilitas dan kontinuitas organisasi. Budaya organisasi mampu memberikan
identitas bagi anggota organisasi, bahkan dapat menjadi pendorong semangat
anggota organisasi untuk menyelesaikan tugas dan pekerjaannya. Davis dan
Newstrom (1993:58-59) menyatakan budaya organisasi juga dapat memberikan
gambaran suasana atau keadaan yang terlihat sulit atau membingungkan bagi
anggota-anggota baru organisasi. Artinya budaya organisasi dapat memberikan
gambaran tentang suasana/situasi/kondisi
dipahami oleh para
anggota-anggota organisasi yang masih baru.
Susanto (1997:19-20)
menerangkan manfaat yang dapat diperoleh bila budaya organisasi dipahami oleh
seluruh lapisan sumberdaya manusia yang ada didalam organisasi yang meliputi
manfaat bagi sumberdaya manusia maupun bagi organisasi. Artinya budaya
organisasi berguna, baik bagi individu sebagai anggota organisasi maupun
organisasi itu sendiri dalam pencapaian tujuannya.
Manfaat budaya organisasi
bagi sumberdaya manusia adalah (Susanto,1997 :19) :
1.
Memberikan
arah atau pedoman berperilaku didalam organisasi. Dalam hal ini sumberdaya
manusia tidak dapat semena-mena bertindak atau berperilaku sekehendak hati,
melainkan harus menyesuaikan diri dengan siapa dan dimana mereka berada.
2.
Mempunyai
kesamaan langkah dan visi didalam melakukan tugas dan tanggung jawab,
masing-masing individu dapat meningkatkan fungsinya dan mengembangkan tingkat
interdependensi antar individu atau bagian karena antar individu atau bagian
yang lain saling melengkapi dalam kegiatan usaha perusahaan.
3.
Mendorong
sumberdaya manusia selalu mencapai prestasi kerja atau produktivitas yang lebih
baik. Hal ini dapat dicapai apabila proses sosialisasi dapat dijalankan dengan
tepat kepada sasarannya.
4.
Mengetahui
secara pasti tentang karirnya di organisasi sehingga mendorong mereka untuk
konsisten dengan tugas dan tanggung jawab.
Manfaat budaya organisasi bagi perusahaan adalah
(Susanto, 1997:20) :
1.
Sebagai
salah satu unsur yang dapat menekan tingkat perpindahan karyawan. Ini dapat
dicapai karena perusahaan mendorong sumberdaya manusia memutuskan untuk tetap
berkembang bersama perusahaan.
2.
Sebagai
pedoman didalam menentukan kebijakan yang berkenaan dengan ruang lingkup
kegiatan internal perusahaan seperti tata tertib administrasi, hubungan antara
bagian, penghargaan prestasi sumber daya manusia, penilaian kerja dan
lain-lain.
3.
Untuk
menunjukkan pada pihak eksternal perusahaan tentang keberadaan perusahaan dari
ciri khas yang dimiliki, ditengah-tengah perusahaan yang ada di masyarakat.
4.
Sebagai
acuan dalam penyusunan perencanaan perusahaan (corporate planning) yang
meliputi pembentukan perencanaan pemasaran (marketing planning),
penentuan segmentasi pasar yang akan dikuasai dan penentuan posisi (positioning)
perusahaan yang akan dikuasai.
5.
Dapat
membuat program-program pengembangan usaha dan pengembangan sumberdaya manusia
dengan dukungan penuh dari seluruh jajaran sumberdaya manusia yang ada.
Baik Susanto (1997:16-17) maupun Schein (1992:9)
sepakat bahwa memahami dan mengelola budaya organisasi tidak hanya ditujukan
untuk mencari penjelasan tentang fenomena keberhasilan organisasi, melainkan
juga dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan organisasi menjadi lebih efektif.
Artinya budaya organisasi merupakan sebuah pernyataan tujuan manajemen dalam
mencoba untuk mempertajam perilaku anggotanya, sehingga mereka akan lebih
memegang komitmen terhadap tujuan organisasi.
2. PENGARUH
BUDAYA ORGANISASI YANG KUAT DAN BUDAYA ORGANISASI YANG LEMAH.
Setiap organisasi mempunyai budaya organisasi yang
berlaku didalam organisasi tersebut, tetapi tidak semuanya membawa pengaruh
yang sesuai bagi anggota organisasi.
Budaya organisasi yang
kuat membawa pengaruh yang positif bagi karyawan dan organisasi, dimana anggota
organisasi memegang komitmen yang lebih besar pada nilai-nilai yang ditetapkan
oleh organisasi. Budaya yang kuat dicirikan oleh nilai inti dari organisasi
yang dianut dengan kuat, diatur dengan baik dan dirasakan bersama secara luas.
Makin banyak anggota organisasi yang menerima nilai-nilai inti, menyetujui
jajaran tingkat kepentingannya dan merasa sangat terikat kepadanya, maka makin
kuat budaya tersebut (Robbins, 1996:483-485). Artinya semakin karyawan menerima
nilai-nilai utama perusahaan tersebut dan semakin besar keterlibatan mereka
dengan nilai-nilai itu, semakin kuatlah budaya tersebut.
Sebaliknya budaya yang
lemah dalam organisasi, tidak memberikan batasan-batasan yang jelas pada
apa-apa yang harus dikerjakan atau batasan mana yang baik atau tidak
seharusnya, sehingga pada organisasi dengan jenis budaya yang demikian ini
biasanya berpengaruh dalam menghasilkan komitmen anggota organisasi yang
cenderung rendah.
Sementara bagi organisasi,
budaya yang kuat akan membantu efektifitas dan kinerja organisasi. Budaya yang
kuat dalam organisasi akan menanamkan nilai-nilai dan doktrin organisasi lebih
kuat pada anggota organisasi. Budaya yang kuat juga lebih berpotensi
dibandingkan kontrol struktural formal manapun karena budaya mengontrol
pikiran, jiwa dan jasmani. Makin kuat budaya suatu organisasi, makin kurang
manajemen itu perlu memperhatikan pengembangan aturan dan pengaturan formal
untuk memandu perilaku karyawan ketika mereka menerima budaya organisasi itu
(Tunggal,2001:27). Artinya suatu budaya organisasi yang kuat akan semakin
memperingan organisasi dalam melakukan pengarahan dan pengawasan terhadap
individu-individu anggota organisasi tersebut.
Dalam kenyataannya, salah
satu kajian budaya organisasi menemukan bahwa para karyawan di
perusahaan-perusahaan yang budayanya kuat lebih terlibat dengan perusahaan
mereka dari pada karyawan-karyawan di perusahaan-perusahaan yang budayanya
lemah. Perusahaan-perusahaan dengan budaya kuat juga menggunakan usaha-usaha
perekrutan dan praktek-praktek sosialisasi mereka untuk membina keterlibatan
karyawan dan suatu kumpulan bukti yang makin banyak, mengemukakan bahwa budaya
kuat berkaitan dengan komitmen yang dari komitmen itu menuntut adanya penerapan
sehingga diperoleh kinerja organisasi yang tinggi (Tunggal,2001:6). Berarti
budaya yang kuat akan menghasilkan komitmen yang kuat dari individu-individu
anggota organisasi untuk terciptanya kinerja organisasi yang optimal.
Luthans (1995:564) menerangkan bahwa terdapat dua
faktor utama yang menjelaskan kekuatan dari budaya organisasi, yaitu :
1.
Penyebaran
(sharedness)
Mengacu pada pengertian derajat penyebaran
nilai-nilai inti yang dianut oleh anggota organisasi. Kekuatan dari aspek ini
sendiri dipengaruhi oleh dua faktor utama dalam prosesnya, yaitu orientasi dan
balas jasa (reward) yang diberikan oleh pihak manajemen pada anggota
organisasi dalam memahami nilai-nilai inti dari organisasi. Semakin baik
orientasi dan balas jasa yang diberikan sehubungan dengan pemahaman nilai-nilai
tersebut maka semakin kuat derajat penyebaran dari budaya organisasi.
2.
Intensitas
(intensity)
Mengacu pada derajat komitmen dari anggota
organisasi pada nilai-nilai inti. Tingkat kekuatan dari aspek ini juga dinilai
dari hasil struktur balas jasa yang diberikan pada anggota organisasi.
Du Brin (1993:574) mengemukakan bahwa budaya yang
kuat dalam organisasi akan membawa dampak yang berpengaruh pada perilaku
karyawan. Artinya anggota dari organisasi yang memiliki budaya yang kuat akan
dengan mudah mengikuti nilai-nilai yang berkembang didalam organisasi.
Sebaliknya budaya yang lemah hanya akan menjadi sebuah petunjuk kerja bagi
karyawan. Berikut dijelaskan konsekuensi yang dapat dicapai dari penerapan
budaya yang kuat dalam organisasi.
1.
Keuntungan
kompetitif dan keberhasilan financial (competitive advantage and financial
success).
Penerapan budaya yang kuat dapat memberikan
kontribusi terhadap pencapaian keunggulan kompetitif dan keunggulan finansial
organisasi. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa budaya organisasi yang
bersifat partisipatif dapat mendorong anggota organisasi dalam memilki hubungan
dengan pencapaian tujuan perusahaan, sehingga dapat meningkatkan produktivitas
(ROI dan tingkat penjualan) secara signifikan.
2.
Produktivitas
dan moral (Productivity and morale)
Aplikasi dari budaya organisasi yang kuat dalam
organisasi, yaitu jenis budaya yang mampu menghargai martabat karyawan berperan
dalam mengembangkan moral dan kepuasan kerja karyawan.
3.
Kecocokan
orang-organisasi (Person-organization fit)
Budaya organisasi yang kuat dan sesuai, menciptakan
karyawan profesional dengan tingkat komitmen dan kepuasan kerja yang lebih
tinggi.
4.
Kecocokan
dari penggabungan dan pengambilalihan (Compatibility of mergers and
acquisitions)
Dalam beberapa kasus merger, salah satu indikator
kesuksesan proses merger tersebut adalah keberhasilan sosialisasi budaya yang
dilakukan.
5.
Pedoman
untuk manajer–manajer tingkat atas (Guidance for top level managers)
Budaya yang kuat dapat menjadi acuan bagi keseluruhan
anggota organisasi, baik dari top managers dan keseluruhan level karyawan.
Budaya yang baik adalah budaya yang mampu menciptakan kesesuaian dan ideal bagi
keseluruhan organisasi.
3. BUDAYA DOMINAN
DAN SUB-BUDAYA
Tunggal (2001:24)
menegaskan bahwa pengakuan terhadap budaya organisasi yang mempunyai
sifat-sifat bersama bukan berarti tidak ada sub-budaya didalam setiap budaya
yang ada. Berarti kebanyakan organisasi besar mempunyai suatu budaya yang
dominan dan sejumlah sub-budaya.
Suatu budaya dominan (dominant
culture) mengungkapkan nilai-nilai inti yang dianut bersama oleh mayoritas
anggota organisasi itu. Bila membicarakan mengenai budaya suatu organisasi,
maka akan mengacu pada budaya dominannya. Pandangan makro mengenai budaya
inilah yang memberi kepada organisasi itu kepribadian yang jelas terbedakan.
Anak budaya (sub-kultur
atau sub-culture) cenderung berkembang dalam organisasi besar untuk
mencerminkan masalah, situasi, atau pengalaman bersama yang dihadapi oleh para
anggotanya. Sub-budaya ini ditentukan oleh rambu-rambu departemen dan pemisahan
geografis. Nilai inti pada hakikatnya dipertahankan tetapi dimodifikasi untuk
mencerminkan situasi yang jelas terbedakan dari unit yang terpisah itu.
Schein (1992:256-274)
memberikan beberapa alasan yang menjadi dasar penyebab terjadinya pembedaan
sub-budaya yang satu dengan sub-budaya yang lainnya atau budaya dominan.
Faktor-faktor tersebut
adalah :
1.
Pembedaan
fungsional (functional differentiation)
Pembedaan fungsional muncul karena adanya komunitas
yang terkait dengan bidang pekerjaannya (occupational) dan keberadaan
teknologi sebagai dasar dari fungsi yang bersangkutan. Misalnya seorang
karyawan yang mengikuti proses rotasi jabatan, dalam setiap posisi yang
ditempatinya, karyawan itu tidak hanya akan mempelajari ketrampilan teknis dari
jabatannya, melainkan juga perspektif dan asumsi-asumsi yang mendasari proses
dari fungsi tersebut.
2.
Pembedaan
letak geografis (geographical differentiation)
Salah satu dasar yang paling kuat bagi terciptanya
sub-budaya adalah pembentukkan unit-unit kerja geografis. Beberapa tujuan yang
hendak dicapai dari pembentukkan ini adalah dengan mendekati basis pelanggan,
lokasi tenaga kerja dan bahan baku yang lebih murah, serta permintaan dari
pelanggan lokal. Faktor pembeda geografis ini terjadi suatu fenomena dimana
masyarakat lokal mempengaruhi sub-budaya yang terbentuk dalam unit kerja
geografis.
3.
Pembedaan
akibat produk, pasar, atau teknologi (differentation by product, market, or
technology)
Seiring dengan perkembangan organisasi, maka organisasi
itu sering membedakan diri berdasarkan teknologi yang digunakan, produk yang
diciptakan dan jenis-jenis pelanggan yang dituju.
4.
Divisionalisasi
(divisionalzation)
Seiring dengan perkembangan organisasi tersebut dalam
mewujudkan pasar yang berbeda, maka organisasi sering melakukan divisionalisasi
untuk mendesentralisasikan sebagian
besar fungsinya agar lebih terfokus pada produk atau unit pasar. Keuntungan
yang diperoleh adalah menyatukan fungsi-fungsi yang mendekatkan dan menciptakan
lintas sub-budaya fungsional.
5.
Pembedaan
akibat adanya tingkat hirarki (differentation by hierarchical level).
Organisasi yang berhasil dan sedang berkembang cepat
atau lambat akan menciptakan tingkat-tingkat hirarki agar efektifitas tentang
pengendalian tetap terjaga. Interaksi dan proses berbagi pengalaman dari
anggota masing-masing tingkat menciptakan kesempatan munculnya asumsi-asumsi
dasar. Budaya yang tercipta pada tiap tingkat hirarki umunya dipengaruhi oleh
tugas-tugas yang kerjakan pada tiap tingkat hirarki tersebut.
6.
Merger
dan akuisisi (mergers and acquisition)
Masalah mengenai budaya dominan dan sub-budaya
muncul ketika dua organisasi atau perusahaan melakukan merger atau akuisisi.
Pada proses merger, dua budaya yang berbeda digabungkan tanpa harus
memperlakukan salah satunya sebagai budaya yang lebih dominan terhadap yang
lain. Pada proses akuisisi, perusahaan yang di akuisisi secara otomatis menjadi
sub-budaya. Masalah yang timbul pada proses pencampuran budaya dalam konteks
kedua kasus tersebut adalah fakta bahwa unit-unit yang bergabung tidak memiliki
kesamaan perjalanan sejarah dan adanya unit-unit yang merasa takut, terancam,
marah, maupun mempertahankan diri (deffensive).
7.
Join
ventura, aliansi strategis, dan bentuk-bentuk penggabungan lainnya (joint
ventures, strategic alliances, and other multiorganizational enterprises)
Masalah mengenai budaya makin tampak ketika
organisasi melakukan aktivitas-aktivitas seperti join ventura dan aliansi
strategis guna menyiasati ketatnya persaingan karena pada proses tersebut
terjadi penyatuan budaya yang berbeda. Faktor penting yang mempengatuhi adalah
kebijakan organisasi dalam menangani masalah-masalah yang timbul dikemudian
hari.
8.
Kelompok
oposisi (structural opposition groups)
Dalam organisasi sering
ditemui adanya kelompok-kelompok yang menyatakan dirinya sebagai oposisi dari
kelompok lain dan dengan sengaja melakukan aktivitas budaya-kontra (counter-cultural),
namun tetap menghormati keberadaan budaya dominan. Contoh yang paling umum
adalah keberadaan serikat pekerja yang menjadi oposisi bagi manajemen.
Sub-budaya yang berorientasi pada sifat oposisi
(opposition-oriented)
juga bisa muncul dari filosofi manajemen yang mendorong timbulnya persaingan
internal antara tiap anggota atau kelompok dalam suatu organisasi.
4. PENDAPAT-PENDAPAT
MENGENAI PENELITIAN
Terdapat beberapa alasan yang melatarbelakangi
keinginan banyak orang untuk mempelajari budaya organisasi. Schein (1992:2-14)
menerangkan empat alasan pokok yang mendorong orang memahami budaya organisasi,
yaitu:
1.
Analisis
budaya menerangkan dinamika sub-budaya dalam organisasi (cultur analysis
illuminates sub-cultural dynamics within organization). Konsep budaya
menjadi relevan bagi analisis tingkat organisasional dan menambah pengertian
mengenai apa yang terjadi dalam organisasi ketika sub-sub budaya berbeda dan
kelompok-kelompok yang ada harus bekerja bersama. Masalah-masalah yang muncul
sering diterjemahkan sebagai kegagalan komunikasi atau kelemahan tim kerja.
Kini pemahaman itu diperjelas menjadi kegagalan dari komunikasi antar budaya.
2.
Analisis
budaya merupakan hal yang penting untuk mengetahui teknologi baru yang
mempengaruhi organisasi (cultur analysis is necessary if we are to
understand how new technologies influence and are influenced by organizations).
Teknologi baru umumnya merupakan refleksi dari budaya yang terkait dengan
pekerjaan yang terbentuk disekeliling konsep-konsep ilmiah atau industri yang
baru dan peralatan-peralatannya. Konsep baru ini akan menjadi bagian dalam
organisasi dan bagian luar organisasi seperti para pemasok dan akademis.
3.
Analisis
budaya penting bagi manajemen organisasi yang melampaui batas-batas negara dan
budaya (cultural analysis is necessary for management across national and
etnic boundaries). Konsep budaya menjadi relevan untuk menganalisis segi
antar negara dan lintas etnis dalam bentuk joint venture, aliansi
strategis, merger dan akuisisi. Masalah yang kerap timbul adalah
kesalahpengertian budaya yang justru tidak pernah atau tidak sempat
didiskusikan. Kegagalan dari proses-proses join ventura dan lain-lain
dijelaskan dengan kegagalan untuk pengertian sejauh mana kesalahpengertian
budaya terjadi.
4.
Proses
pembelanjaan, pengembangan dan perencanaan dalam organisasi tidak dapat
dimengerti tanpa memperhatikan budaya sebagai sumber utama perlawanan terhadap
Perubahan (organizational learning, development, and planned change cannot
be understood without considering culture as a primary source of resistance to
change). Perlawanan terhadap proses pembelajaran dan perubahan merupakan
fenomena umum yang sering dibicarakan namun jarang bisa dimengerti. Sebagian
besar perubahan dalam organisasi melibatkan perubahan budaya dan bahkan
perubahan pada sub-budaya. Jika Manajemen mengerti kesulitan apa yang dihadapi
orang-orang pada tingkat sub-budaya ketika mereka harus mengubah sebagian dari
asumsi-asumsi mendasar, nilai-nilai dan perilaku, maka manajemen akan lebih
simpati pada resistensi mereka dan akan lebih realistis dalam mengelola
perubahan.