Selamat Datang Pada Web Dr. Priyono, MM yang merupakan terobosan baru untuk kelanjaran dan keberlangsungan sebuah proses pembelajaran bagi Mahasiswa UNIPA Surabaya…!!!! Priyono is The Best Lecturers: Data Penelitian Bos

Rabu, 01 Februari 2012

Data Penelitian Bos

I. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pendidikan pada dasarnya merupakan suatu usaha pengembangan sumber daya manusia (SDM), sehingga pendidikan terasa semakin dituntut peranannya, khususnya dalam usaha untuk dapat menghasilkan manusia Indonesia berkualitas yang dapat memainkan peranannya sesuai dengan parameter yang tercantum dalam GBHN. Pendidikan nasional harus dilaksanakan secara merata, adil, relevan, berkualitas dan efisien (Achmady, 1994 : 71).
Pesan yang termaktub dalam UUD 1945 tersebut tentu saja bukan hanya ditujukan untuk diimplementasikan pada salah satu tingkat pendidikan, pemerataan pendidikan tidak hanya sekedar sebatas sampai pada pendidikan sekolah dasar kesempatan pemerataan harusnya diwujudkan mulai Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Perguruan Tinggi (PT). Pemahaman dan penjabaran yang memadai terhadap pesan-pesan tersebut diperlukan supaya paling tidak ada suatu semangat kebersamaan membuka kesempatan masyarakat berpartisipasi dalam seluruh tingkat pendidikan.
Semangat ini menjadi sumber energi untuk memikirkan dan melakukan upaya-upaya pemerataan pendidikan. Dengan satu pernyataan, ”.......sekurang-kurangnya setara dengan pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan tamatan pendidikan dasar”, dalam UU No. 2 Tahun 1989 mereduksi semangat yang diberikan para pendiri negara RI tersebut. Inferioritas muncul pada UU No. 2 Tahun 1989 sudah melaksanakan pesan-pesan yang termaktub dalam UUD 1945. Selanjutnya, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat). Dalam rangka melaksanakan tekad tersebut di satu sisi, serta kemampuan masyarakat yang terus mnurun sebagai dampak dari kenaikan harga BBM, maka Pemerintah menerapkan dan mengembangkan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS).
Permasalahan
Pada uraian di latar belakang ternyata diketemukan ada keterkaitan antara aksesibilitas masyarakat dalam memperoleh kesempatan pemerataan pendidikan dengan kebijakan pemerintah, maka beberapa permasalahan yang dapat diangkat disini antara lain adalah :
a.            Bagaimana dampak kebijakan bidang pendidikan program BOS tersebut terhadap aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah?
b.           Bagaimana seharusnya kebijakan bidang pendidikan di wilayah Gerbangkertosusila melalui Program BOS diterapkan agar dapat memperluas akses masyarakat dalam memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah?
c.           Langkah-langkah apa saja yang seharusnya ditempuh pemerintah untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat?
Tujuan Penelitian
Kebijakan pemerintah kiranya masih perlu di evaluasi, karena walaupun suatu kebijakan itu dirancang untuk mencapai tujuan tertentu, tetapi seringkali dalam prakteknya telah terjadi menyimpangan dari tujuan yang sudah ditetapkan. Oleh karena itu, dengan evaluasi kebijakan akan ditemukan kegagalan atau keberhasilan dalam proses implementasinya, sehingga penelitian ini bertujuan untuk menganalisis:
a.       Dampak kebijakan bidang pendidikan program BOS tersebut terhadap aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah?
b.      Kebijakan bidang pendidikan di wilayah Gerbangkertosusila melalui Program BOS yang seharusnya diterapkan agar dapat memperluas akses masyarakat dalam memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah?
c.       Langkah-langkah yang seharusnya ditempuh pemerintah untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat?
Manfaat Penelitian
Dari tujuan penelitian maka hasil dari pada penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat teoritis dalam pengembangan studi kebijakan publik dan memberikan kontribusi praktis kepada pembuat dan pelaksana kebijakan, yaitu : tindakan-tindakan apa saja yang kiranya perlu untuk diambil dalam merumuskan, mengimplementasikan kebijakan bidang pendidikan yang berwawasan dan berorientasi pada pemerataan serta berkeadilan.
Ruang Lingkup
a.       Batasan
Kebijakan pendidikan yang dievaluasi dalam kegiatan ini hanya meliputi kebijakan pendidikan dasar dan menengah dalam program Bantuan Operasional Sekolah (BOS), sebagai sample lokasi penelitian akan diambil beberapa kabupaten/ kota di wilayah Gerbangkertosusila Jawa Timur.
b.      Lingkup Kegiatan
Kegiatan Analisis Dan Evaluasi Kebijakan Bidang Pendidikan Terhadap Aksesibilitas Masyarakat Dalam Memperoleh Kesempatan Pemerataan Pendidikan Dasar Dan Menengah Di Wilayah Gerbangkertosusila meliputi :
·         Melakukan inventarisasi dan pendataan terhadap program-program dan kebijakan pemerataan bidang pendidikan yang telah dilakukan.
·         Melakukan pendataan kemudian untuk analisis terhadap angka partisipasi murni masyarakat di daerah penelitian,
·         Melakukan identifikasi hambatan-hambatan yang ada terhadap penerapan kebijakan bidang pendidikan tersebut.
·         Melakukan kompilasi dan analisis data dari hasil inventarisasi dan identifikasi serta dari instrumen-instrumen penelitian yang telah diterapkan.
·         Merumuskan Analisis Dan Evaluasi Kebijakan Bidang Pendidikan Terhadap Aksesibilitas Masyarakat Dalam Memperoleh Kesempatan Pemerataan Pendidikan Dasar Dan Menengah Di Wilayah Gerbangkertosusila.
II. LANDASAN TEORI
2.1 Perspektif Ekonomi Politik Pendidikan
Dalam mensukseskan pembangunan nasional yang bersifat berkesinambungan (suistainnable), dan untuk mencapai masyarakat adil makmur berdasarkan Pancasila dan UUD 1945, maka kiranya perlu mengkaji dan melihat pendidikan dari perspektif ekonomi politik. Ekonomi dan Pendidikan merupakan dua komponen yang saling memberikan pengaruh timbal balik. Pendidikan menurut, (Kartono, 1992 : 309), merupakan komponen ekonomi yang penting, karena dapat memproduksi tenaga kerja terampil yang dapat memasuki pasaran kerja, disamping membentuk manusia-manusia ekonomis untuk pembangunan masyarakat demi kelestarian hidup bangsa.
Laju pertumbuhan ekonomi ternyata baru dapat memberikan keuntungan minimal kepada strata sosial paling miskin, baik yang ada di daerah pedesaan maupun di daerah-daerah kumuh di pinggiran kota. Keuntungan di sektor industri, pertambangan, perkebunan belum di distribusikan secara merata sampai kelapisan bawah. Sebagai akibatnya, strata sosial marginal dan paling miskin (kurang mampu) tadi juga mendapatkan porsi pendidikan formal (sekolah) paling sedikit atau minimal.
1.        Sektor primer modern belum mampu menampung serta memanfaatkan sumber-sumber daya manusia desa, merupakan bagian terbesar penduduk di Indonesia. Padahal pengelolaan tenaga manusia melalui pendidikan (edukasi) sehingga menjadi produktif merupakan tujuan ekonomis dan tujuan sosial dengan laju pertumbuhan dari domistik bruto diatas rata-rata (M.I. Tuqan, 1979 : 64). Kemudian (Baswir, 1999 : 23) menambahkan, struktur perekonomian Indonesia masih ditandai dengan terjadinya dualisme ekonomi, yaitu ekonomi modern yang berorientasi kepada pengakumulasian kapital, dan perekonomian yang masih tradisional bersifat sub sistem. Tenaga kerja Indonesia sekitar 70% tamatan Sekolah Dasar, dan hanya 3% yang memperoleh kesempatan pemerataan pendidikan tinggi.
Dari keadaan dan situasi perekonomian sebagaimana saat ini, kiranya perlu untuk mengimplementasikan suatu kebijakan pendidikan berakses pada kemiskinan dan keterbelakangan yang terdiri dari :
a.       Pendidikan untuk masyarakat kurang mampu, yang jumlahnya masih cukup besar dapat menjadi lebih ekonomis, sebab dapat digunakan untuk membangun angkatan kerja terdidik atau terlatih secara teknis;
b.      Menjadi kebutuhan sosial untuk merangsang dinamika serta pengembangan, yang sesuai dengan sila ”Kemanusiaan yang adil dan beradab”, juga asas demokrasi Pancasila.
Selanjutnya, pembangunan dan modernisasi di suatu negara hanya bisa dilakukan melalui perbaikan dan perluasan bidang pendidikan dengan tujuan untuk membangkitkan serta mengembangkan individualitas-sosialitas-moralitas manusianya serta kemampuan ekonominya, (Kartono, 1997 : 98). Sebab itu pendidikan menjadi kebutuhan mutlak suatu negara yang berkeinginan berupaya untuk maju, dan berkemauan besar mancapai kemakmuran masyarakatnya. Agar tercapai tujuan hidup yang lebih baik, maka faktor politis, ekonomis, sosial, kultural dan keamanan sangat diperlukan oleh para tenaga terdidik.
Pada beberapa argumentasi tersebut, maka pendidikan dalam perspektif ekonomi, kiranya dapat dijelaskan dengan mengutip pendapat dari (Kartono, 1997 : 101) antara lain :
1.      Mampu menyiapkan tenaga kerja yang handal, baik (bermutu);
2.      Ikut mempersiapkan dibukanya lahan-lahan kerja baru;
3.      Bisa meningkatkan kualitas hidup masyarakat pada umumnya, serta untuk pemerataan keadilan dan kesejahteraan pada khususnya.
Sedangkan pada perspektif politik, pendidikan merupakan proses sosial dan proses sosialisasi manusia. Proses sosial menjadi dimensi utama dari filsafat pendidikan. Maka dalam relasi sosial yang berbeda dalam wadah suatu negara, yang bergantung pada renggang-dekatnya relasi sosial antara individu dengan individu lain menyebabkan munculnya praktek pendidikan yang berbeda. Di negara demokrasi, orang menghargai perbedaan, karena itu sistem pendidikan biasanya disusun atas dasar dari pendapat orang banyak. Tetapi pendidikan terasa dipaksakan bila mana dilaksanakan di negara totaliter. Negara membatasi kebebasan individu, dengan cara memberikan pendidikan dengan pola yang uniform, ketat dan keras. Sistem pendidikannya hanya satu, berdasarkan satu macam filsafat pendidikan. Guru-guru, termasuk juga Dosen sikapnya otokratis dan mutlak, bila berkuasa atau memerintah (mengajar) memakai tangan besi. Karena para guru dengan ketat akan melakukan dan meneruskan semua perintah dari kekuasaan politik (pendidikan) yang juga otoriter sifatnya. Bagi negara totaliter, edukasi dipandang sebagai kekuatan (force), minimal paling tidak dijadikan kekuatan politik. Sebab itu pendidikan harus menjadi tanggung jawab negara, dan negara secara mutlak (absolut) mengatur pendidikan dengan cermat.
2.2  Kebijakan Publik
            Dalam kehidupan modern seperti sekarang ini, kita tidak dapat lepas dari apa yang disebut sebagai kebijakan publik. Kebijakan-kebijakan tersebut dapat ditemukan dalam bidang kesejahteraan sosial (social welfare), di bidang kesehatan, perumahan rakyat, pertanian, pendidikan dan lain sebagainya. Oleh karena luasnya dimensi yang dipengaruhi oleh kebijakan publik, maka apa sebenarnya kebijakan publik itu? Pada dasarnya terdapat banyak batasan atau definisi mengenai apa yang dimaksud dengan kebijakan publik (public policy), yang masing-masing memberi penekanan yang berbeda. Salah satu definisi yang dikemukakan oleh Robert Eyestone, kebijakan publik adalah hubungan suatu unit pemerintah dengan lingkungannya. Thomas R. Dye mengatakan bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan. Menurut James Anderson, kebijakan publik adalah arah tndakan yang mempunyai maksud yang ditetapkan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan.
            Masalah publik adalah masalah-masalah yang mempunyai dampak yang luas dan mencakup konsekuensi-konsekuensi bagi orang-orang yang tidak secara langsung terlibat. Dengan demikian kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan, dalam hal ini, memperbaiki masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.
Evaluasi Kebijakan adalah merupakan suatu aktivitas untuk melakukan penilaian terhadap akibat-akibat atau dampak kebijakan dari berbagai program-program pemerintah. Pada studi evaluasi kebijakan telah dibedakan antara “policy impact/ outcome dan policy output. Policy Impact/ outcome” adalah akibat-akibat dan konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan dengan dilaksanakannya suatu kebijakan. Adapun yang dimaksud dengan “policy output” ialah dari apa yang telah dihasilkan dengan adanya program proses perumusan kebijakan pemerintah (Islamy, 1986 : 114-115). Dari pengertian tersebut maka dampak mengacu pada adanya perubahan-perubahan terjadi yang di akibatkan oleh suatu implementasi kebijakan.
Dampak kebijakan disini tidak lain adalah seluruh dari dampak pada kondisi ”dunia-nyata” (the impact of a policy is all its effect on real – world conditions), untuk itu masih menurut (Dye, 1981 : 367) yang termasuk dampak kebijakan adalah :
1.      The impact on the target situations or group.
2.      The impact on situations or group other than the target (“spoilover effect”).
3.      Its impact on future as well as immediate conditions.
4.      Its direct cost, in term of resources devote to the program.
5.      Its indirect cost, including loss of opportunities to do other things.
Penggunaan model untuk mengkaji kebijakan publik akan sangat besar sekali manfaatnya. Ada beberapa alasan yang dapat dikemukakan dalam hal ini. Pertama, kebijakan publik merupakan proses yang kompleks, sehingga sifat model yang menyederhanakan realitas akan sangat membantu dalam memahami realitas yang kompleks tersebut. Kedua, sifat alamiah manusia yang tidak mampu memahami realitas yang kompleks tanpa menyederhanakannya terlebih dahulu.
Evaluasi memainkan sejumlah fungsi utama dalam analisis kebijakan, yang terpenting adalah memberi informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai kinerja kebijakan: seberapa jauh tujuan, kebutuhan, nilai, dan kesempatan telah dapat dicapai melalui tindakan publik. Evaluasi mempunyai dua aspek yang saling berhubungan yaitu: Penilaian sistem dan penilaian program
2.2  Kerangka Pemikiran
            Berdasarkan pada permasalahan yang telah diuraikan terdahulu dengan landasan teori yang ada, maka dirumuskan kerangka pemikiran seperti dalam Gambar 2.1  berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
3.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif, yang bermaksud memberi gambaran tentang kebijakan bidang pendidikan yang seharusnya diterapkan di wilayah Gerbangkertosusila agar dapat memperluas akses masyarakat dalam memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah. Lebih jauh melihat dampak kebijakan bidang pendidikan tersebut terhadap aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah. Selanjutnya dapat mengambil langkah-langkah saja yang seharusnya ditempuh pemerintah untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat          
3.2 Operasionalisasi variabel
Identifikasi masalah dilakukan untuk melihat bagaimana dampak kebijakan bidang pendidikan tersebut terhadap aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah. Selanjutnya dapat mengambil langkah-langkah saja yang seharusnya ditempuh pemerintah untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat. Evaluasi yang dilakukan untuk menilai kinerja kebijakan bidang pendidikan dalam program BOS dibagi dalam 2 bagian:
1.  Penilaian sistem yaitu metode penilaian terhadap sistem yang mempengaruhi dilaksanakannya Program BOS. Penilaian sistem diukur dengan menggunakan parameter sebagai berikut:
a. lingkungan pengendalian adalah lingkungan dalam arti kelompok/tim yang bertanggung jawab mengamankan penyaluran dana BOS yang terdiri dari Tim PKPS BBM.
b. penilaian risiko adalah penilaian atau verifikasi terhadap kewajaran data siswa sebagai dasar alokasi dana BOS.
c. aktivitas pengendalian adalah mekanisme yang diikuti untuk melakukan pemantauan dengan menerbitkan buku petunjuk pelaksanaan.
d. komunikasi dan infoman adalah diseminasi informasi program dan teknis pengelolaan dana BOS
e. monitoring dan pelaporan adalah rencana kegiatan dan anggaran yang digunakan untuk melakukan monitoring dan pelaporan.
2. Penilaian program dan aplikasi merupakan metode penilaian untuk menentukan keluaran akhir (output) dan dampak (outcome) dari program BOS terhadap masyarakat. Program dan aplikasi diukur dengan menggunakan parameter berikut:
a.       Ketepatan sasaran adalah realisasi penyaluran dana BOS adalah tepat sasaran yaitu meringankan beban biaya dan bahkan membebaskan siswa iuran siswa
b.      Ketepatan jumlah adalah realisasi penyaluran dana BOS yang diterima masing-masing sekolah sesuai dengan jumlah murid riil
c.       Ketepatan waktu adalah realisasi penyaluran dana BOS telah diterima sesuai dengan jadual waktu yang telah ditetapkan.
3.3  Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Sekolah Dasar dan Menengah di wilayah Gerbangkertosusila. Penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu teknik pengambilan sampel dengan tujuan tertentu yaitu melihat dampak dari kebijakan bidang pendidikan program BOS di daerah perkotaan. Hal ini dilakukan mengingat dampak kenaikan BBM lebih banyak dirasakan oleh penduduk miskin perkotaan dibanding pedesaan. Namun sebagai perbandingan juga disajikan daerah kabupaten. Dengan demikian diambil 2 sampel, satu mewakili wilayah perkotaan yaitu Surabaya dan satu mewakili wilayah kabupaten yaitu Gresik.
3.4  Teknik Analisis
Dalam melaksanakan kegiatan ini, langkah-langkah yang ditempuh:
a.       Persiapan awal, berisikan pemahaman terhadap tema, kasus serta kajian-kajian teoritis yang diperoleh dari pustaka acuan serta studi-studi terdahulu.Dari pemahaman awal dilakukan fenomologis melibatkan kasus yang ditinjau.
b.      Kajian ini ditinjau dari sudut pandang keterkaitan antara kebijakan di bidang pendidikan dengan akses masyarakat pada pendidikan dasar dan menengah.
c.       Selanjutnya dilakukan penyusunan instrument, uji coba instrument dan validasi instrument.
d.      Setelah instrument sempurna maka dilakukan pengumpulan data, pengelompokan data, kompilasi data, identifikasi dan validasi data yang akan ditindak lanjuti dengan analisa data.
e.       Dari analisis diharapkan diperoleh suatu rangkuman yang dapat memaparkan kondisi pelaksanaan kebijakan bidang pendidikan dan akses masyarakat pada pendidikan dasar dan menengah.
f.       Dari berbagai rangkuman analisis akan disusun suatu evaluasi terhadap kebijakan bidang pendidikan tersebut.
g.       Selanjutnya keluaran akhir adalah produk Analisis Dan Evaluasi Kebijakan Bidang Pendidikan Terhadap Aksesibilitas Masyarakat Dalam Memperoleh Kesempatan Pemerataan Pendidikan Dasar Dan Menengah Di Wilayah Gerbangkertosusila.
3.5 Sumber dan Teknik Pengumpulan Data
3.5.1 Sumber data
Sumber data dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder:
-       Data primer adalah data yang diperoleh melalui observasi langsung dengan cara melakukan wawancara dengan kelompok target.
-       Data sekunder adalah data yang diperoleh dengan mengumpulkan dokumen-dokumen yang menginformasikan tentang variabel-variabel penelitian.
3.5.2 Teknik Pengumpulan Data
Dalam melakukan pengumpulan data, digunakan teknik sebagai berikut:
1.      Wawancara
Wawancara dilakukan dengan kelompok target yaitu Dinas Pendidikan dan Sekolah-sekolah.
2.      Studi Pustaka
Studi Pustaka dilakukan dengan mengumpulkan data dari berbagai sumber seperti perpustakaan, internet dan laporan dari Dinas Pendidikan.
IV. PROGRAM BOS
Latar Belakang Program BOS adalah adanya Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mengamanatkan bahwa setiap warga negara berusia 7-15 tahun wajib mengikuti pendidikan dasar, yang dikenal dengan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun. Konsekuensi dari hal tersebut maka pemerintah wajib memberikan layanan pendidikan bagi seluruh peserta didik pada tingkat pendidikan dasar (SD/MI dan SMP/Mts serta satuan pendidikan yang sederajat).
Namun, kenaikan harga BBM beberapa tahun belakangan menurunkan kemampuan daya beli penduduk miskin. Hal tersebut dapat menghambat upaya penuntasan Program Wajib Belajar Pendidikan Dasar Sembilan Tahun, karena penduduk miskin akan semakin sulit memenuhi kebutuhan biaya pendidikan.
Bantuan Operasional Sekolah (BOS) yang dimaksud dalam PKPS BBM Bidang Pendidikan ini mencakup komponen untuk biaya operasional non personil. Biaya operasional non personil inilah yang diprioritaskan, bukan biaya kesejahteraan guru dan bukan biaya untuk investasi.
Pelaksanan penyaluran dan pengelolaan Program Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dilakukan oleh organisasi pelaksana yang sebut Tim PKPSBBM serta Sekolah/Madrasah yang memperoleh alokasi dana BOS. Tim PKPS-BBM dibentuk di tingkat Pusat, Propinsi dan Kabupaten/Kota
IV. ANALISIS DAN HASIL PENELITIAN
4.1 Gambaran Obyek Penelitian
1. Pelaksanaan Program BOS
a. Kota Surabaya
Dana pembangunan Dinas Pendidikan Kota Surabaya pada tahun 2005 dan 2006 menurun dari 169 milyar menjadi 135 milyar. Hal ini disebabkan karena APBD I (Stimulan pendidikan) tidak dimasukkan, selain itu juga subsidi dari APBN menurun drastis dari 53 milyar menjadi 1 milyar.
2. Profil Dinas Pendidikan
Profil Dinas Pendidikan kota Surabaya dapat dilihat pada tabel berikut
Jumlah Sekolah
Jumlah Siswa
Rombel
Jumlah Ruang Kelas
Jumlah Guru
Kondisi
Layak
Tidak
Layak
Total
Baik
R. Ringan
R. Berat
Total
1.076
284.110
10.450
7.081
1.223
575
8.879
7.370
5.344
12.714
Prosentase
79,74%
13,77%
6,47%
100%
57,96%
42,03%
100%
Tabel 4.1 Profil Pendidikan Dinas Pendidikan kota Surabaya Tahun 2005
Sumber data : Statistik Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah Pertama Tahun 2005/2006
Dari tabel 5.3 diketahui bahwa Dinas Pendidikan Kota Surabaya memiliki jumlah SD/MI sebanyak 1.076 sekolah yang menampung 284.110 siswa dengan jumlah rombongan belajar mencapai 10.450 rombongan. Untuk menampung sebanyak 284.110 siswa tersedia ruang kelas sebanyak 8.879 ruang kelas dengan kondisi baik sebanyak 7.081 ruang (79,74%), kondisi rusak ringan sebanyak 1.223 ruang (13,77%) dan kondisi rusak berat yang tidak layak digunakan sebanyak 575 ruang (6,47%).
Profil Sekolah Tingkat SMP/MTs dapat dilihat dalam Tabel 5.4 berikut:
Tabel 4.2 Profil Sekolah Tingkat SMP/MTs
Jumlah Sekolah
Jumlah Siswa
Rombel
Jumlah Ruang Kelas
Jumlah Guru
Kondisi
Layak
Tidak
Layak
Total
Baik
R. Ringan
R. Berat
Total
374
114.398
2.891
2.895
109
42
3.046
6.970
2.269
9.239
Prosentase
95,04%
3,57%
1,37%
100%
75,44%
24,55%
100%
Sumber data : Statistik Sekolah Menengah Pertama Tahun 2005/2006
Dengan kondisi ruang kelas yang ada pada saat ini, maka Dinas Pendidikan Kota Surabaya masih belum bisa memenuhi kebutuhan ruang kelas bila dibandingkan dengan jumlah rombongan belajar yang telah mencapai 10.450 rombongan. Guru yang mengajar di SD/MI adalah sebanyak 12.714 orang dengan kualifikasi layak mengajar sebanyak 7.370 orang (57,96%) dan selebihnya masuk tidak layak mengajar sebanyak 5.344 orang (42,03%).
Dari tabel 4.2 diketahui bahwa Dinas Pendidikan Kota Surabaya memiliki total SMP/MTs sebanyak 374 sekolah yang menampung 114.398 siswa. Untuk menampung 114.398 siswa tersedia sebanyak 3.046 ruang dengan kondisi baik sebanyak 2.895 ruang (95,04%), kondisi rusak ringan sebanyak 109 ruang (3,58%) dan kondisi rusak berat sebanyak 42 ruang (1,38%). Dengan kondisi tersebut maka Dinas Pendidikan Kota Surabaya bisa memenuhi kebutuhan ruang kelas bila dibandingkan dengan julah rombongan belajar yang telah mencapai 2.891 rombongan. Guru yang mengajar pada SMP/MTs sebanyak 9.239 orang dengan kualifikasi layak mengajar sebanyak 6.970 orang (75,44%) dan yang tidak layak mengajar sebanyak 2.269 orang (24,56%).
4. TEMUAN PENELITIAN
Untuk periode Juli-Desember 2005, Kota Surabaya mendapatkan alokasi dana BOS yang diberikan sekaligus untuk satu semester sebesar Rp48.672.718.250,00. Dari jumlah tersebut Dinas Pendidikan Kota Surabaya menerima dana BOS sebesar  Rp 47.152.054.750,00 dan telah disalurkan seluruhnya ke masing-masing sekolah penerima sehingga tidak terdapat sisa dana BOS yang belum disalurkan. Sedangkan untuk periode Januari-Desember 2006, Kota Surabaya mendapatkan alokasi dana BOS sebesar Rp 105.826.037.892,00 yang diberikan per dua bulanan. Sampai dengan bulan Agustus 2006 dana BOS yang telah diterima sebesar Rp 63.644.521.820,00 dan telah disalurkan ke masing-masing sekolah penerima sebesar Rp63.202.259.689,00. Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan BOS di Kota Surabaya menunjukkan keadaan sebagai berikut:
4.2 Evaluasi Kinerja Program BOS
1. Penilaian Sistem
a.  Lingkungan Pengendalian
Implementasi program BOS banyak melibatkan berbagai pihak (antara lain LSM, Badan Intelijen Negara, dan masyarakat secara luas) dalam pengawasan pelaksanaannya. Hal ini dilakukan mengingat sasaran program ini langsung berkaitan dengan kepentingan masyarakat luas. Dengan memperhatikan variabel-variabel tersebut di atas, lingkungan pengendalian program BOS dapat dinilai sudah cukup memadai.
b. Penilaian Risiko
Dinas Pendidikan Kota Surabaya telah melakukan verifikasi terhadap kewajaran data siswa awal yang diusulkan. Proses ini dinilai memiliki risiko yang cukup tinggi mengingat data siswa merupakan dasar alokasi dana BOS untuk masing-masing sekolah dan keterbatasan verifikasi data siswa oleh Dinas Pendidikan Kota Surabaya yang dilakukan berdasarkan data sekolah yang ada di Dinas Pendidikan Kota Surabaya dan uji petik verifikasi lapangan. Risiko lain yang dinilai cukup tinggi adalah pemahaman dan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS oleh sekolah mengingat bervariasinya kebutuhan sekolah. pemahaman yang masih kurang atas pentingnya pertanggungjawaban penggunaan BOS dan pelaporannya dan efektivitas bimbingan teknis atas pertanggungjawaban penggunaan dana yang dinilai masih kurang.
c. Aktivitas Pengendalian
Alokasi dana BOS per masing-masing sekolah ditetapkan oleh Departemen Pendidikan Nasional berdasarkan usulan data siswa dari masing-masing kabupaten/kota. Setelah penetapan alokasi tersebut, penyaluran dana BOS dilakukan dengan mekanisme dekonsentrasi. Mekanisme ini disadari masih memiliki kelemahan terutama dalam hal validasi data siswa yang berakibat tingginya fluktuasi kekurangan/kelebihan realisasi penyaluran dana BOS pada beberapa sekolah. Hal ini terlihat dari banyaknya pengembalian dana BOS oleh sekolah-sekolah yang kelebihan menerima dana BOS. Informasi data siswa sebagai dasar alokasi dana BOS belum sepenuhnya dapat diverifikasi kebenarannya mengingat banyaknya jumlah sekolah yang ada dan sebaran sekolah-sekolah di wilayah Kota Surabaya. Dengan demikian terlihat bahwa aktivitas pengendalian atas program BOS masih belum sepenuhnya memadai.
d.  Komunikasi dan Informasi
Diseminasi informasi program BOS telah dilakukan melalui sosialisasi melalui media TV dan cetak (oleh Tim PKPS BBM Pusat dan Propinsi), workshop, pelatihan untuk sekolah-sekolah dan bimbingan teknis oleh Tim PKPS BBM Kota Surabaya kepada pengelola dana BOS di sekolah-sekolah yang dilakukan melalui kegiatan monitoring dan evaluasi. Petunjuk pelaksanaan juga mengatur tentang kewajiban pelaporan pertanggungjawaban penggunaan dana BOS oleh sekolah dan Tim PKPS BBM Kota Surabaya.
Namun demikian masih dijumpai pengelola dana BOS di sekolah-sekolah yang masih belum sepenuhnya memahami teknis pengelolaan dana BOS. Di lain pihak sebagian masyarakat memperoleh pemahaman bahwa dengan adanya dana BOS maka segala bentuk iuran/pungutan sekolah ditiadakan, yang berakibat semakin sulit untuk mengumpulkan dana dari orang tua murid untuk investasi sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa diseminasi informasi program dan teknis pengelolaan dana BOS masih belum sepenuhnya efektif.
e. Monitoring dan Pelaporan
Alokasi dana safeguarding untuk kegiatan monitoring dan evaluasi dinilai masih kurang memadai sehingga tidak seluruh sekolah bisa dilakukan monev. Namun demikian dalam setiap kegiatan/pertemuan antara Tim PKPS-BBM Kota Surabaya dan pihak pengelola dana BOS di sekolah-sekolah, selalu dilakukan tanya jawab dan monitoring administrasi dan pelaporan penggunaan dana BOS oleh anggota Tim PKPS BBM Kota Surabaya. Di lain pihak, pelaksanaan program BOS ini mendapat perhatian cukup luas dari masyarakat, LSM, wartawan, kepolisian bahkan kejaksaan yang turut mengamati dan menindaklanjuti pengaduan-pengaduan masyarakat atas indikasi penyimpangan penggunaan dana BOS di sekolah-sekolah maupun Tim PKPS BBM. Dengan demikian sistem monitoring dan evaluasi atas program BOS dinilai sudah cukup memadai.
2. Penilaian Program dan Aplikasi
a.  Ketepatan Sasaran
Penilaian atas ketepatan sasaran penyaluran BOS menunjukkan bahwa sebagian besar sekolah penerima dana BOS telah melaksanakan penurunan/pembebasan iuran sekolah. Dengan demikian program BOS telah memberikan manfaat positif bagi orang tua murid, sekaligus dapat mendorong percepatan program Wajar Dikdas 9 tahun. Kondisi ini merupakan hal positif yang perlu dipertahankan di masa depan. Dari temuan-temuan pemeriksaan di atas dapat disimpulkan bahwa pemberian BOS telah mencapai sasaran yang telah ditetapkan.
b.  Ketepatan Jumlah
Penilaian atas ketepatan jumlah BOS menunjukkan bahwa alokasi dana BOS untuk Dinas Pendidikan Kota Surabaya belum sepenuhnya berdasarkan data siswa yang sebenarnya.
Berdasarkan hasil pemeriksaan dokumen BOS diketahui terdapat selisih antara jumlah dropping dana dari Bank Jatim ke rekening penampungan di Bank Jatim Cabang Surabaya,
a.        Saldo yang ada pada rekening penampungan tersebut telah dikembalikan seluruhnya ke rekening Satker PKPS-BBM Propinsi Jawa Timur (No. Rek.0011189156) pada tanggal 22 Februari 2006 dan 16 Agustus 2006 masing-masing sebesar Rp439.520.894,00 dan Rp209.580.482,00. Pengembalian dana BOS pada tanggal 22 Februari 2006 merupakan pengembalian karena adanya kelebihan dropping dana dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Timur periode Januari-Februari 2006. Pengembalian dana BOS pada tanggal 16 Agustus 2006 merupakan pengembalian karena adanya kelebihan dropping dana dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur periode Juli-Agustus 2006, pengembalian dana BOS dari sekolah-sekolah dan dana safeguarding yang masuk ke rekening tersebut. Hal tersebut tidak sesuai dengan petunjuk pelaksanaan Bantuan Operasional Sekolah Tahun 2006
b.      Pencairan dana dihitung sesuai dengan jumlah siswa riil di sekolah, saat dana turun.
c.       Perubahan jumlah siswa saat pengajuan dan pencairan dana seperti tersebut di atas menyebabkan terjadinya selisih antara jumlah dana yang ditransfer oleh Satker PKPS BBM Propinsi dengan realisasi ke sekolah.
c. Ketepatan Waktu
Penilaian atas ketepatan waktu penyaluran menunjukkan bahwa penyaluran dana BOS dilakukan secara tidak langsung dari Bank Jatim (rekening Tim Satker PKPS BBM Propinsi) ke rekening masing-masing sekolah penerima, hal tersebut tidak sesuai dengan perjanjian kerjasama antara Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Propinsi Jawa Timur dengan Bank Jatim yang seharusnya dilakukan secara langsung, sehingga terjadi keterlambatan antara 1 hari samapi 7 hari.
4.3  Hasil Penelitian
      Berdasarkan pada gambaran umum obyek penelitian dan evaluasi kinerja program BOS yang telah disajikan di atas, maka hasil penelitian untuk menjawab pertanyaan penelitian dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.      Dampak kebijakan bidang pendidikan program BOS tersebut terhadap aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah belum dapat dijelaskan di sini. Hal ini mengingat bahwa selama ini target group hanya memberikan fasilitas dalam arti bantuan operasional bagi sekolah, sehingga fasilitas ini hanya dinikmati oleh mereka atau siswa yang sudah bersekolah. Sementara itu anak usia sekolah atau putus sekolah belum dapat diakses karena di luar wewenang dari Dinas Pendidikan.
2.      Kebijakan bidang pendidikan di wilayah Gerbangkertosusila melalui Program BOS diterapkan agar dapat memperluas akses masyarakat dalam memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah sebaiknya Kebijakan bidang pendidikan di wilayah Gerbangkertosusila melalui Program BOS diterapkan agar dapat memperluas akses masyarakat dalam memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah sebaiknya dapat dilihat evaluasi kinerja program BOS dengan parameter sebagai berikut:
a.       Penilaian sistem
·         Lingkungan pengendalian menunjukkan bahwa program BPS dapat dinilai sudah cukup memadai.
·         Penilaian risiko menunjukkan kurangnya pemahaman atas pentingnya pertanggungjawaban penggunaan BOS dan pelaporannya, selain itu efektivitas bimbingan teknis atas pertanggungjawaban penggunaan dana yang dinilai masih kurang
·         Aktivitas pengendalian menunjukkan bahwa masih memiliki kelemahan terutama dalam hal validasi data siswa yang berakibat tingginya fluktuasi kekurangan/kelebihan realisasi penyaluran dana BOS pada beberapa sekolah.
·         Komunikasi dan informasi menunjukkan bahwa masih dijumpai pengelola dana BOS di sekolah-sekolah yang masih belum sepenuhnya memahami teknis pengelolaan dana BOS.
·         Monitoring dan pelaporan dalam pelaksanaan program BOS dinilai sudah cukup memadai.

b.      Penilaian program dan aplikasi
·         Ketepatan sasaran, menunjukkan bahwa pemberian dana BOS berdampak terhadap pencapaian sasaran dan/atau tujuan yang telah ditetapkan, yaitu : Sebagian besar sekolah penerima dana BOS telah melaksanakan penurunan/pembebasan iuran sekolah.
·         Ketapatan jumlah, menunjukkan bahwa dana BOS telah diterima masing-masing sekolah penerima belum sepenuhnya didasarkan data siswa yang sebenarnya.
·         Ketepatan waktu menunjukkan bahwa dana BOS yang diterima masing-masing sekolah penerima terlambat dari jadwal waktu yang telah ditetapkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem belum berjalan optimal mengingat penilaian risiko, aktivitas pengendalian dan, komunikasi dan informasi belum efektif, walaupun lingkungan pengendalian, dan monitoring pelaporan cukup memadai. Program dan aplikasi dinilai memang memberi manfaat positif dalam arti memberi manfaat bagi orang tua murid, sekaligus dapat mendorong percepatan program Wajar Dikdas 9 tahun, namun jumlah dan waktu yang kurang tepat menyebabkan belum tercapainya pemerataan pendidikan yang sebenarnya.
3.      Langkah-langkah yang seharusnya ditempuh pemerintah untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat:
a.       Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Dinas Sosial untuk memperoleh data mengenai jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan anak putus sekolah, sehingga dapat menjaring mereka untuk bersekolah.
b.      Melakukan sosialisasi kepada masyarakat sesuai dengan data dari Dinas Sosial, sehingga dapat mencapai sasaran yang diinginkan.
c.       Memberi mereka kesempatan untuk dapat bersekolah melalui program Paket A, B dan C.
Dengan demikian dapat terjaring mereka anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan putus sekolah untuk dapat mengenyam pendidikan dalam arti memperluas akses pendidikan bagi masyarakat.
4.4 Analisis Preskriptif
1. Pemberian Subsidi Pada Daerah Minus dan Berdasarkan Keadilan Distributif
Reformasi pendidikan di Indonesia memiliki peluang keberhasilan yang cukup baik, setidaknya hal ini dikarenakan adanya semangat bersama untuk mendesentralisasikan urusan pendidikan menjadi wewenang daerah. Tetapi yang harus diwaspadai adalah masih banyaknya daerah kabupaten/kota yang pemerintah daerahnya masih minim anggaran. Pendapatan Asli Daerah nya masih belum mencukupi untuk bisa meng-cover biaya pendidikan di daerahnya jika tidak disubsidi secara khusus dari Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat. Sementara itu pada kasus-kasus subsidi, betapa anggaran subsidi itu cenderung bermasalah. Kalau tidak bermasalah karena besarnya, maka bermasalah karena peruntukannya, karena ketidak adilannya, karena korupnya birokrasi dan lain-lain. Termasuk lemahnya pendataan tentang siapa yang berhak mendapatg subsidi.
Mekanisme subsidi dengan konsep BOS (Bantuan Operasional Sekolah) sebenarnya sama sekali tidak mencerminkan rasa keadilan dan semangat untuk mendidik. Betapa tidak, BOS diberikan kepada semua murid di semua sekolah SD tanpa kecuali. Murid SD yang orang tuanya kaya raya dan sekolah di SD favorit yang super mahal pun harus mendapat jatah BOS yang sama dengan murid SD yang orang tuanya sangat miskin dan sekolah di SD pinggiran yang sama sekali tidak diperhitungkan. Karena itu penulis mengusulkan agar kebijakan desentralisasi pendidikan lebih difokuskan pada pelayanan dengan semangat menciptakan keadilan distributif, bukan keadilan komulatif.
2. Perlu Reformasi Birokrasi Pemda
Perlu ada peraturan perundangan baru yang mengatur tentang pendidikan anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin yang berada di wilayah pemerintah daerah yang tidak memiliki kemampuan anggaran berlebih. Sedemikian rupa juga diperlukan perbaikan (reformasi) birokrasi pemerintah (daerah) yang khusus menangani sector pendidikan. Targetnya adalah menciptakan hubungan yang harmonis dan solutif antara Birokrasi-Sekolah-Masyarakat. Memang sekarang hubungan itu sudah dirintis, tetapi cenderung tidak solutif, karena hubungannya bersifat formalistic. Dewan pendidikan dan komite sekolah tidak memiliki akses yang besar untuk memecahkan permasalahan-permaslahan besar di wilayah masing-masing. Bahkan terhadap permasalahan tingginya angka Drop-Out SD dan SMP, lembaga tersebut tidak cukup bergigi, apalagi berwibawa.
3. Pemda Perlu Menyusun Master-Plan Pendidikan dan Dipresentasikan ke  Publik
Akhirnya, perlu juga dipikirkan untuk membuat peraturan yang mengharuskan semua pemerintah daerah, yang memiliki kewenangan dan otonom, menyusun masterplan pendidikan di wilayahnya masing-masing dan dipresentasikan di tingkat propinsi masing-masing, supaya pemerintah propinsi secara dini sudah bisa mengetahui ke mana arah kebijakan pendidikan pemda di wilayahnya dan kapan serta bagaimana keterlibatan pemprov pada perencanaan dan kebijakan pendidikan di daerah tersebut. Juga hal ini bermanfaat bagi pemerintah daerah yang bersangkutan, karena dengan saling mengetahui presentasi diantara mereka diharapkan mereka saling menyempurnakan master-plannya. Selanjutnya pemerintah propinsi menyusun rencana dan mengidentifikasi factor-faktor lingkungan yang seharusnya dapat diintervensi agar kondusif dengan kebijakan yang direncanakan.
V. Simpulan dan Saran
Berdasarkan latar belakang dan tujuan masalah serta hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Dampak kebijakan bidang pendidikan program BOS tersebut terhadap aksesibilitas masyarakat untuk memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah belum dapat dijelaskan di sini. Hal ini mengingat bahwa selama ini target group hanya memberikan fasilitas dalam arti bantuan operasional bagi sekolah, sehingga fasilitas ini hanya dinikmati oleh mereka atau siswa yang sudah bersekolah. Sementara itu anak usia sekolah atau putus sekolah belum dapat diakses karena di luar wewenang dari Dinas Pendidikan.
2.      Kebijakan bidang pendidikan di wilayah Gerbangkertosusila melalui Program BOS diterapkan agar dapat memperluas akses masyarakat dalam memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan dasar dan menengah sebaiknya dapat dilihat evaluasi kinerja program BOS dengan parameter sebagai berikut:
a.       Penilaian sistem
·         Lingkungan pengendalian menunjukkan bahwa program BPS dapat dinilai sudah cukup memadai.
·         Penilaian risiko menunjukkan kurangnya pemahaman atas pentingnya pertanggungjawaban penggunaan BOS dan pelaporannya, selain itu efektivitas bimbingan teknis atas pertanggungjawaban penggunaan dana yang dinilai masih kurang
·         Aktivitas pengendalian menunjukkan bahwa masih memiliki kelemahan terutama dalam hal validasi data siswa yang berakibat tingginya fluktuasi kekurangan/kelebihan realisasi penyaluran dana BOS pada beberapa sekolah.
·         Komunikasi dan informasi menunjukkan bahwa masih dijumpai pengelola dana BOS di sekolah-sekolah yang masih belum sepenuhnya memahami teknis pengelolaan dana BOS.
·         Monitoring dan pelaporan dalam pelaksanaan program BOS dinilai sudah cukup memadai.
b.      Penilaian program dan aplikasi
·         Ketepatan sasaran, menunjukkan bahwa pemberian dana BOS berdampak terhadap pencapaian sasaran dan/atau tujuan yang telah ditetapkan, yaitu : Sebagian besar sekolah penerima dana BOS telah melaksanakan penurunan/pembebasan iuran sekolah.
·         Ketapatan jumlah, menunjukkan bahwa dana BOS telah diterima masing-masing sekolah penerima belum sepenuhnya didasarkan data siswa yang sebenarnya.
·         Ketepatan waktu menunjukkan bahwa dana BOS yang diterima masing-masing sekolah penerima terlambat dari jadwal waktu yang telah ditetapkan.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem belum berjalan optimal mengingat penilaian risiko, aktivitas pengendalian dan, komunikasi dan informasi belum efektif, walaupun lingkungan pengendalian, dan monitoring pelaporan cukup memadai. Program dan aplikasi dinilai memang memberi manfaat positif dalam arti memberi manfaat bagi orang tua murid, sekaligus dapat mendorong percepatan program Wajar Dikdas 9 tahun, namun jumlah dan waktu yang kurang tepat menyebabkan belum tercapainya pemerataan pendidikan yang sebenarnya.
3.      Langkah-langkah yang seharusnya ditempuh pemerintah untuk memperluas akses pendidikan bagi masyarakat:
a.       Melakukan kerjasama dan koordinasi dengan Dinas Sosial untuk memperoleh data mengenai jumlah anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan anak putus sekolah, sehingga dapat menjaring mereka untuk bersekolah.
b.      Melakukan sosialisasi kepada masyarakat sesuai dengan data dari Dinas Sosial, sehingga dapat mencapai sasaran yang diinginkan.
c.       Memberi mereka kesempatan untuk dapat bersekolah melalui program Paket A, B dan C.
Dengan demikian dapat terjaring mereka anak usia sekolah yang tidak bersekolah dan putus sekolah untuk dapat mengenyam pendidikan dalam arti memperluas akses pendidikan bagi masyarakat.
6.2 Saran
1.  Pemberian Subsidi Pada Daerah Minus dan Berdasarkan Keadilan Distributif
2.  Perlu Reformasi Birokrasi Pemda, yang mengatur tentang pendidikan anak-anak usia sekolah dari keluarga miskin yang berada di wilayah pemerintah daerah yang tidak memiliki kemampuan anggaran berlebih.
3.  Pemda Perlu Menyusun Master-Plan Pendidikan dan Dipresentasikan ke Publik, yang memiliki kewenangan dan otonom, agar kondusif dengan kebijakan yang direncanakan.
DAFTAR PUSTAKA
Dye, Thomas R., 1975, Understanding Public Policy, Prentice-Hall, Englewood Cliff, New York.
Dunn, William N., 1998, Pengantar Analisis Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Gajah Mada University Press, Yogyakarta.
------------, 1995, Analisis Kebijakan Publiik, Hanindita, Graha Widya, Yogyakarta.
Eyestone, Robert, The Threads of policy: A Study in Policy Leadership, Bobbs Merril, Indianapolis
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban Akhir Masa Jabatan Gubernur Jawa Timur tahun 2003-2008
Lester, James P. & Joseph Stewart, 2000, Public Policy: An Evolutionary Approach, Second Edition, Wadsworth, Australia.
Winarno, Budi, 2004, Teori dan Proses Kebijakan Publik, Edisi Kedua, Media Pressindo, Yogyakarta
Nugroho, Riant D., 2003, Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, danEvaluasi, Elex Media Komputindo.
www.depdiknas.go.id. Resume Hasil Pemeriksaan BPK atas Program Wajar 9 tahun pada Dinas Pendidikan Kota Surabaya tahun anggaran 2005 – 2006
www.semeru.or.id. Pelaksanaan Program BOS tahun 2005
www.semeru.or.id. Kajian Cepat PKPS-BBM bidang Pendidikan BOS tahun 2005