Sabtu, 28 Mei 2011 | 03:57 WI
Tangerang, Kompas - Indonesia
kekurangan sumber daya manusia yang sesuai kebutuhan pasar kerja. Padahal,
Indonesia akan memperoleh dividen demografi 10-20 tahun ke depan. Untuk
mengantisipasi hal ini dan memenuhi kebutuhan pasar kerja, perguruan tinggi
seharusnya memiliki mata kuliah atau kurikulum pendidikan kewirausahaan.
Hal itu dikemukakan Wakil Presiden
Boediono saat meresmikan Kampus Prasetiya Mulya, Jumat (27/5) di Edutown, BSD,
Tangerang. ”Kita mempunyai potensi jumlah penduduk usia produktif. Jangan
sampai kita kehilangan momen potensial ini. Kendala kita bukan di infrastruktur
semata, melainkan kualitas sumber daya manusianya,” ujarnya.
Dalam 10-20 tahun ke depan, kata
Boediono, jumlah penduduk usia produktif yang masuk ke pasar kerja meningkat.
Pertumbuhan laju penduduk yang cepat membuat Indonesia didominasi usia muda.
Faktor ini yang menjadi potensi motor penggerak pertumbuhan ekonomi.
”Berkebalikan dengan negara-negara
maju, jumlah manusia produktif kita lebih besar. Tetapi kita sering lupa dengan
potensi ini,” kata Boediono.
Indonesia akan memperoleh dividen
demografi, yakni jumlah usia angkatan kerja (15-64 tahun) hingga sekitar 70
persen. Di sisi lain, ada juga 30 persen penduduk yang tidak produktif (usia 14
tahun ke bawah dan usia di atas 65 tahun) pada 2020-2030.
Pada tahun 2020-2030 itu pula
Indonesia akan memiliki sekitar 180 juta orang berusia produktif dan usia tidak
produktif sekitar 60 juta jiwa. Dengan kata lain, 10 orang usia produktif hanya
menanggung 3-4 orang usia tidak produktif.
Jika potensi ini hendak dimanfaatkan
dan diwujudkan menjadi realitas, penduduk usia muda produktif harus dibukakan
jalan atau akses pada lapangan pekerjaan dan ruang aktivitas yang produktif.
”Dunia pendidikan harus bisa menyiapkan anak muda untuk masuk ke mesin ekonomi
melalui semangat pendidikan kewirausahaan,” kata Boediono.
Kurikulum pendidikan kewirausahaan
itu harus bisa mempercepat transisi dari sekolah ke kegiatan ekonomi riil.
Kegiatan-kegiatan selama proses pembelajaran tersebut pun harus konkret sesuai
kebutuhan pasar kerja.
”Ini yang harus dilakukan perguruan
tinggi, menyiapkan mahasiswa yang memiliki keterampilan,” kata Boediono. (LUK)