Jumat, 1 Juli 2011 | 03:06 WIB
Ester
Lince Napitupulu
Hati Maman Suwarman terenyuh saat
tahu beberapa muridnya di SMA Negeri 79 Jakarta tak mampu melanjutkan kuliah.
Ada yang menjadi penganggur, sopir angkot, pengamen, tukang parkir, tukang
ojek, bahkan ada pula yang menjadi ”pak ogah”. Kenyataan hidup sejumlah anak
didiknya yang berasal dari keluarga tak mampu itu mendorong dia mengenalkan
peluang hidup yang lebih menjanjikan, kewirausahaan.
Apalagi berwirausaha sudah lama
dilakoni Maman yang menjadi guru sejak tahun 1983. Bergelut dengan beragam
usaha, mulai dari berbisnis buah, tanah, properti, hingga kerajinan tangan, dia
jalani karena sadar bahwa gaji sebagai pendidik di negeri ini belum mampu
memberikan kehidupan yang layak buat keluarganya.
Jatuh bangun sebagai wirausaha
bermodal terbatas dijalani Maman dengan tetap berkomitmen mengutamakan tugasnya
sebagai guru. Ia melihat kewirausahaan dapat menjadi peluang bagi masa depan,
setidaknya bagi siswanya yang tak mampu melanjutkan kuliah.
Maman yang pada tahun 2009 menjadi
Kepala SMAN 79 Jakarta tak banyak tahu teori menjalankan pendidikan
kewirausahaan di sekolah. Pria yang kenyang asam garam berwirausaha ini hanya ingin
memperkenalkan peluang bagi anak didik yang cenderung berorientasi sebagai
pencari kerja.
Meski pemerintah mulai
memperkenalkan pendidikan kewirausahaan, pelaksanaan pada umumnya di sekolah
kejuruan (SMK) yang memang orientasi lulusannya langsung bekerja. Dalam
pandangannya, siswa SMA pun butuh pendidikan kewirausahaan. Tak semua lulusan
SMA mampu melanjutkan kuliah.
Sebelumnya, Maman adalah Kepala SMAN
66 Jakarta yang kebanyakan orangtua siswanya tak bermasalah dalam membiayai
pendidikan anak mereka. Namun, di tempat tugasnya yang baru, ia mendapati
sekitar 30 persen siswanya dari keluarga tak mampu.
Lingkungan sekolah SMAN 79 di daerah
Kuningan, Jakarta Selatan, diapit apartemen, perkantoran, dan pusat
perbelanjaan. Namun, di antara kemegahan Jakarta itu, ada warga yang harus
berjuang untuk sekadar makan, apalagi menyekolahkan anak.
Maman terpanggil memerangi
pengangguran lulusan SMA, setidaknya bagi siswanya. Ia bertekad mengubah pola
pikir siswa yang hanya tahu mencari kerja menjadi mampu menciptakan lapangan
kerja, minimal bagi diri sendiri.
”Saya mengamati ke mana lulusan SMAN
79 yang tak kuliah, mereka menjadi tukang ojek sampai pak ogah. Kalaupun mereka
bekerja, pilihannya terbatas dan gajinya kecil. Dari situ saya berpikir, siswa
SMA juga harus dibekali keterampilan dan kewirausahaan, terutama SMA di
pinggiran atau di lingkungan yang banyak keluarganya tak mampu. Siswa SMA juga
bisa mandiri lewat berwirausaha,” kata Maman menegaskan.
Atur strategi
Awal tahun 2010 ia mengatur strategi
untuk menarik minat guru dan siswa menggeluti kewirausahaan. Ia membawa
lampu-lampu berbahan limbah kulit kerang ke sekolah.
Tahun 2007 Maman memulai usaha
kerajinan berbahan limbah kulit kerang di kampung halamannya di Cirebon, Jawa
Barat. Limbah kulit kerang yang tak berharga itu disulap menjadi beragam lampu,
peralatan mandi, dan peralatan makan.
Kerajinan tersebut diekspor ke
sejumlah negara. Dalam pandangan Maman, peluang usaha memanfaatkan limbah
kerang ini potensial karena pesaing belum banyak, pangsa pasar masyarakat kelas
menengah ke atas, dan bahan bakunya melimpah.
”Para guru, terutama yang perempuan,
langsung tertarik, tetapi yang ditanya pertama kali harganya. Saya tak
menjawab. Saya tunggu sampai ada yang bertanya bagaimana membuatnya,” kisah
Maman.
Strategi ini juga yang dia pakai
kepada siswanya. Lampu-lampu beragam model dan ukuran itu dipajang di beberapa
tempat di sekolah sehingga menimbulkan keingintahuan siswa.
”Ketika ada siswa yang bertanya
bagaimana membuatnya, baru saya kenalkan bahwa limbah kulit kerang yang tak
berguna bisa bernilai tinggi jika dimanfaatkan menjadi handicraft,” katanya.
Dengan kreativitas dan jiwa
wirausaha, limbah kulit kerang yang dibeli dari pemulung sekitar Rp 3.000 per
kilogram bisa diubah menjadi berharga puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Siswa
membuktikan sendiri ketika mereka diberi keterampilan mengolah limbah kerang
menjadi beragam produk bernilai jual tinggi.
Untuk memulai ”proyek
kewirausahaannya”, ia memilih delapan siswa yang memang berminat menyelami
bidang itu. Ia mengeluarkan uang dari kocek pribadi untuk mengenalkan
kewirausahaan kepada siswa, guru, dan masyarakat sekitar SMAN 79 Jakarta.
Ketika animo membuat kerajinan dari
limbah kulit kerang di lingkungan sekolah bersambut, Maman menjadikan kegiatan
ini sebagai ekstrakurikuler. Saat sekolah ini diajukan menjadi sekolah mandiri,
pemanfaatan limbah kerang menjadi pelajaran muatan lokal yang wajib diikuti
siswa kelas I dengan beban dua satuan kredit semester.
”Mengajarkan keterampilan membuat
handicraft dari limbah kulit kerang baru awalnya. Itu untuk membuat siswa
tertarik. Ternyata ini menjadi pemicu bagi siswa untuk berpikir tentang usaha
lain. Mereka bersemangat melihat peluang usaha seperti kuliner. Bekal
pendidikan kewirausahaan dan keterampilan itu berguna buat masa depan siswa,”
katanya.
Masa orientasi siswa baru juga
dipakai mengenalkan kewirausahaan. Sekolah ini mendapat bantuan Bakrie Business
School untuk mengenalkan dasar kewirausahaan dan karakter yang dibutuhkan
wirausaha.
Berbagi
Keterampilan mengolah limbah kerang
menjadi unggulan SMAN 79. Sebuah ruang kelas disulap menjadi bengkel kerja
penuh karya siswa.
Kegiatan di SMAN 79 ini menarik
perhatian banyak pihak. Suku Dinas Perindustrian Jakarta Selatan jatuh hati
pada kegiatan kreatif mereka dan membawanya ke berbagai pameran produk kreatif
atau usaha kecil menengah. Tempat-tempat pameran di Jakarta mulai dijajal siswa
SMAN 79. Produk kerajinan kerang itu juga dibeli orang asing.
Ia tak hanya mengajari siswanya,
tetapi juga ibu-ibu PKK di Kelurahan Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi,
Jakarta. Ia melibatkan siswa dan guru sebagai pengajar. Salah satu RW pun mampu
mengembangkan usaha ini dengan memproduksi suvenir khas Jakarta, seperti ondel-ondel
dan becak. Kelompok PKK ini mewakili DKI Jakarta di tingkat nasional.
Ia punya obsesi membangun bengkel
dan galeri di lahan sekolah. Maman berharap kewirausahaan yang dimulai dari
pemanfaatan limbah kulit kerang bisa lebih memasyarakat.