Selamat Datang Pada Web Dr. Priyono, MM yang merupakan terobosan baru untuk kelanjaran dan keberlangsungan sebuah proses pembelajaran bagi Mahasiswa UNIPA Surabaya…!!!! Priyono is The Best Lecturers: Sebarkan Kewirausahaan di Sekolah

Jumat, 10 Februari 2012

Sebarkan Kewirausahaan di Sekolah

Jumat, 1 Juli 2011 | 03:06 WIB
Ester Lince Napitupulu
Hati Maman Suwarman terenyuh saat tahu beberapa muridnya di SMA Negeri 79 Jakarta tak mampu melanjutkan kuliah. Ada yang menjadi penganggur, sopir angkot, pengamen, tukang parkir, tukang ojek, bahkan ada pula yang menjadi ”pak ogah”. Kenyataan hidup sejumlah anak didiknya yang berasal dari keluarga tak mampu itu mendorong dia mengenalkan peluang hidup yang lebih menjanjikan, kewirausahaan.
Apalagi berwirausaha sudah lama dilakoni Maman yang menjadi guru sejak tahun 1983. Bergelut dengan beragam usaha, mulai dari berbisnis buah, tanah, properti, hingga kerajinan tangan, dia jalani karena sadar bahwa gaji sebagai pendidik di negeri ini belum mampu memberikan kehidupan yang layak buat keluarganya.
Jatuh bangun sebagai wirausaha bermodal terbatas dijalani Maman dengan tetap berkomitmen mengutamakan tugasnya sebagai guru. Ia melihat kewirausahaan dapat menjadi peluang bagi masa depan, setidaknya bagi siswanya yang tak mampu melanjutkan kuliah.
Maman yang pada tahun 2009 menjadi Kepala SMAN 79 Jakarta tak banyak tahu teori menjalankan pendidikan kewirausahaan di sekolah. Pria yang kenyang asam garam berwirausaha ini hanya ingin memperkenalkan peluang bagi anak didik yang cenderung berorientasi sebagai pencari kerja.
Meski pemerintah mulai memperkenalkan pendidikan kewirausahaan, pelaksanaan pada umumnya di sekolah kejuruan (SMK) yang memang orientasi lulusannya langsung bekerja. Dalam pandangannya, siswa SMA pun butuh pendidikan kewirausahaan. Tak semua lulusan SMA mampu melanjutkan kuliah.
Sebelumnya, Maman adalah Kepala SMAN 66 Jakarta yang kebanyakan orangtua siswanya tak bermasalah dalam membiayai pendidikan anak mereka. Namun, di tempat tugasnya yang baru, ia mendapati sekitar 30 persen siswanya dari keluarga tak mampu.
Lingkungan sekolah SMAN 79 di daerah Kuningan, Jakarta Selatan, diapit apartemen, perkantoran, dan pusat perbelanjaan. Namun, di antara kemegahan Jakarta itu, ada warga yang harus berjuang untuk sekadar makan, apalagi menyekolahkan anak.
Maman terpanggil memerangi pengangguran lulusan SMA, setidaknya bagi siswanya. Ia bertekad mengubah pola pikir siswa yang hanya tahu mencari kerja menjadi mampu menciptakan lapangan kerja, minimal bagi diri sendiri.
”Saya mengamati ke mana lulusan SMAN 79 yang tak kuliah, mereka menjadi tukang ojek sampai pak ogah. Kalaupun mereka bekerja, pilihannya terbatas dan gajinya kecil. Dari situ saya berpikir, siswa SMA juga harus dibekali keterampilan dan kewirausahaan, terutama SMA di pinggiran atau di lingkungan yang banyak keluarganya tak mampu. Siswa SMA juga bisa mandiri lewat berwirausaha,” kata Maman menegaskan.
Atur strategi
Awal tahun 2010 ia mengatur strategi untuk menarik minat guru dan siswa menggeluti kewirausahaan. Ia membawa lampu-lampu berbahan limbah kulit kerang ke sekolah.
Tahun 2007 Maman memulai usaha kerajinan berbahan limbah kulit kerang di kampung halamannya di Cirebon, Jawa Barat. Limbah kulit kerang yang tak berharga itu disulap menjadi beragam lampu, peralatan mandi, dan peralatan makan.
Kerajinan tersebut diekspor ke sejumlah negara. Dalam pandangan Maman, peluang usaha memanfaatkan limbah kerang ini potensial karena pesaing belum banyak, pangsa pasar masyarakat kelas menengah ke atas, dan bahan bakunya melimpah.
”Para guru, terutama yang perempuan, langsung tertarik, tetapi yang ditanya pertama kali harganya. Saya tak menjawab. Saya tunggu sampai ada yang bertanya bagaimana membuatnya,” kisah Maman.
Strategi ini juga yang dia pakai kepada siswanya. Lampu-lampu beragam model dan ukuran itu dipajang di beberapa tempat di sekolah sehingga menimbulkan keingintahuan siswa.
”Ketika ada siswa yang bertanya bagaimana membuatnya, baru saya kenalkan bahwa limbah kulit kerang yang tak berguna bisa bernilai tinggi jika dimanfaatkan menjadi handicraft,” katanya.
Dengan kreativitas dan jiwa wirausaha, limbah kulit kerang yang dibeli dari pemulung sekitar Rp 3.000 per kilogram bisa diubah menjadi berharga puluhan ribu hingga jutaan rupiah. Siswa membuktikan sendiri ketika mereka diberi keterampilan mengolah limbah kerang menjadi beragam produk bernilai jual tinggi.
Untuk memulai ”proyek kewirausahaannya”, ia memilih delapan siswa yang memang berminat menyelami bidang itu. Ia mengeluarkan uang dari kocek pribadi untuk mengenalkan kewirausahaan kepada siswa, guru, dan masyarakat sekitar SMAN 79 Jakarta.
Ketika animo membuat kerajinan dari limbah kulit kerang di lingkungan sekolah bersambut, Maman menjadikan kegiatan ini sebagai ekstrakurikuler. Saat sekolah ini diajukan menjadi sekolah mandiri, pemanfaatan limbah kerang menjadi pelajaran muatan lokal yang wajib diikuti siswa kelas I dengan beban dua satuan kredit semester.
”Mengajarkan keterampilan membuat handicraft dari limbah kulit kerang baru awalnya. Itu untuk membuat siswa tertarik. Ternyata ini menjadi pemicu bagi siswa untuk berpikir tentang usaha lain. Mereka bersemangat melihat peluang usaha seperti kuliner. Bekal pendidikan kewirausahaan dan keterampilan itu berguna buat masa depan siswa,” katanya.
Masa orientasi siswa baru juga dipakai mengenalkan kewirausahaan. Sekolah ini mendapat bantuan Bakrie Business School untuk mengenalkan dasar kewirausahaan dan karakter yang dibutuhkan wirausaha.
Berbagi
Keterampilan mengolah limbah kerang menjadi unggulan SMAN 79. Sebuah ruang kelas disulap menjadi bengkel kerja penuh karya siswa.
Kegiatan di SMAN 79 ini menarik perhatian banyak pihak. Suku Dinas Perindustrian Jakarta Selatan jatuh hati pada kegiatan kreatif mereka dan membawanya ke berbagai pameran produk kreatif atau usaha kecil menengah. Tempat-tempat pameran di Jakarta mulai dijajal siswa SMAN 79. Produk kerajinan kerang itu juga dibeli orang asing.
Ia tak hanya mengajari siswanya, tetapi juga ibu-ibu PKK di Kelurahan Menteng Atas, Kecamatan Setiabudi, Jakarta. Ia melibatkan siswa dan guru sebagai pengajar. Salah satu RW pun mampu mengembangkan usaha ini dengan memproduksi suvenir khas Jakarta, seperti ondel-ondel dan becak. Kelompok PKK ini mewakili DKI Jakarta di tingkat nasional.
Ia punya obsesi membangun bengkel dan galeri di lahan sekolah. Maman berharap kewirausahaan yang dimulai dari pemanfaatan limbah kulit kerang bisa lebih memasyarakat.