24 Jul 2010
Deddy Edward Tanjung Posted in Rencana Bisnis Tags: artikel umkm, perbankan syariah, UMKM - Bank Syariah
Bisakah Indonesia menerapkan sistem
ekonomi syariah yang tanpa bunga? “Hal itu mungkin saja,” tegas
pengamat ekonomi Imam Sugema pada acara Kampenye Nasional
FoSSEI Jabodetabek bertajuk “Indonesia Bisa tanpa Bunga” yang diadakan di
Kampus STEI Tazkia, Bogor, akhir pekan lalu. Acara yang dihadiri para mahasiswa
ekonomi Islam dari berbagai kampus di Jabodetabek itu juga menampilkan
narasumber Ketua Asosiasi Bank Syariah se-Indonesia (Asbisindo), A Riawan Amin.
Menurut Imam, paling tidak, ada tiga skenario.
Pertama, skenario ideal, yakni semua syariah. Artinya, di Indonesia hanya
berlaku sistem ekonomi syariah. “Untuk ini, yang paling penting adalah
menyadarkan pemerintah dan anggota dewan (DPR) sebab merekalah yang membuat
undang-undang,” tuturnya. Kedua, dual banking seperti yang
diterapkan saat ini. “Tapi, kita tahu, walaupun MUI sudah mengeluarkan fatwa
bunga bank riba yang berarti haram, tidak serta-merta umat Islam beralih ke
syariah,” ujarnya. Ketiga, skenario campuran. “Ketika pangsa pasar ekonomi
syariah, khususnya bank syariah sudah 30 persen, sisanya yang 70 persen
disyariahkan saja. Bukankah itu berarti masyarakat sudah tahu keutamaan sistem
ekonomi syariah, khususnya bank syariah,” paparnya.
Imam menegaskan, “Kalaupun kita tidak mau masuk
ke perdebatan bunga bank itu halal atau haram, tugas kita semua untuk
menyadarkan masyarakat bahwa secara rasional, bunga
itu merupakan harga yang salah dalam menetapkan harga
modal. Sebab, bunga itu bukan harga modal, melainkan harga waktu.”
Tidak merata, Sementara
itu, Riawan menegaskan, bunga merupakan salah satu penyumbang pada distribusi
harta yang tidak merata, baik dalam kehidupan suatu bangsa maupun antarbangsa.
Mengenai Indonesia tanpa bunga, Riawan mengatakan, “Yang perlu kita lakukan
adalah menyamakan visi pemerintah, DPR, ataupun tokoh-tokoh masyarakat, mengapa
sistem ekonomi syariah, khususnya bank syariah, itu penting bagi bangsa
Indonesia.”
Riawan yang juga penulis buku The
Satanic Finance itu mengemukakan, masalah bunga adalah masalah yang paling
kecil. Masih ada dua persoalan lainnya yang jauh lebih besar yang telah
menyebabkan ketidakadilan ekonomi dan penghisapan oleh negara-negara maju
terhadap negara-negara berkembang, yakni fractional reserve
dan fiat money (uang kertas). “Fractional reserve
memungkinkan bank memberikan kredit 20 kali lipat dari modal yang dia punya.
Artinya, kalau kita menabung di bank Rp 1 juta, bank tersebut dapat menyalurkan
kredit sampai Rp 20 juta dan menarik keuntungan yang berlipat-lipat. Sistem ini
menciptakan kesenjangan yang luar biasa,” papar mantan dirut Bank Muamalat itu.
Berkait dengan pangsa pasar bank syariah di Indonesia yang hingga saat ini masih berkutat di
angka kurang dari tiga persen, Riawan menyatakan, yang terpenting
bukanlah banyaknya jumlah bank syariah di Indonesia. “Tujuan kita adalah
memperbanyak transaksi halal, bukan memperbanyak jumlah bank syariah,” tegas
Riawan. ed: yeyen rostiyani
Darmin: Keuangan Syariah Lebih Tahan
Keuangan syariah dianggap dapat berkontribusi
dalam tatanan sistem perekonomian yang memiliki resiliensi tinggi. Demikian
dikatakan calon gubernur Bank Indonesia, Darmin Nasution, dalam paparan uji
kelayakan di hadapan Komisi XI DPR, Rabu (21/7).
Menurutnya, pelajaran dari krisis ekonomi
2008-2009 menunjukkan, perbankan syariah dan BPR memiliki ketahanan yang lebih
baik dari gelombang krisis keuangan global. Krisis keuangan yang dipacu oleh
fenomena penggelembungan ekonomi (bubble economics) salah satunya
memicu pihak lain untuk meninjau sistem perbankan atau keuangan syariah.
“Yang terbukti lebih andal,” katanya. Oleh karena
itu, ke depannya, Darmin menganggap peranan kedua kelompok bank ini perlu lebih
didorong agar perbankan syariah dan BPR dapat meningkatkan kontribusinya
terhadap perekonomian nasional. Darmin menambahkan, kebijakan untuk perbankan
syariah dan BPR akan terus diarahkan untuk mengatasi berbagai kelemahan yang
dihadapi kedua kelompok bank ini. Permasalahan utamanya, menurut dia, terkait
masalah rendahnya daya saing dibandingkan bank konvensional. “Sumbernya dari
sumber daya manusia dan infrastruktur,” tegas Darmin. N yasmina hasni, ed:
yeyen rostiyani
Oleh: Irwan Kelana, Sumber
: RepublikaStrategi
Penetapan Harga